وبعد:
Sesungguhnya kaedah "Barang siapa yang tidak mengkafirkan orang kafir, maka dia kafir" adalah sebuah kaedah yang dikenal dan terkenal. Kaedah ini adalah pembatal keislaman yang ketiga yang disebutkan oleh syeikh Muhamad bin Abdul Wahab rohimahullah ta'ala, dimana beliau berkata:
"Ketiga, Barang siapa yang tidak mengkafirkan orang orang musyrikin, atau ragu akan kekafiran mereka, atau membenarkan madzhab mereka, maka dia kafir."
Hanya saja, kaedah ini tidak mutlak seperti ini, akan tetapi di dalamnya terdapat perincian. Barangsiapa yang lalai dari perincian ini, maka ia akan terjerembab ke dalam kebatilan, yaitu mengkafirkan kaum muslimin atau (sebaliknya) membiarkan orang orang kafir yang asli tanpa dikafirkan. Perincian dari masalah ini adalah sebagai berikut:
Ketahuilah, yang pertama: Asli dari kaedah ini bukan karena melaksanakan suatu kekafiran baik yang berupa perkataan ataupun perbuatan, melainkan dari segi menolak dan mendustakan keterangan keterangan (dari Allah. Pent). Barang siapa yang membiarkan orang kafir tanpa dikafirkan, berarti perbuatannya ini merupakan bentuk pendustaannya terhadap keterangan keterangan yang menyatakan akan kekafiran orang tadi. Oleh karena itu, maka keterangan yang menyatakan akan kafirnya orang tadi harus shohih dan telah disepakati, dan pelaku yang meninggalkan takfir (yang tidak mengkafirkan orang tadi) harus dalam keadaan menolak keterangan keterangan ini.
Al mukaffiroot (hal hal yang dapat membuat seseorang menjadi kafir. Pent) bukan hanya satu macam saja, dan orang yang mengerjakannyapun bukan hanya satu tingkatan saja. Untuk menjelaskan masalah ini, menuntut adanya pengelompokkan. Perkara ini dikelompokkan menjadi dua:
- Kelompok pertama adalah orang yang kafir asli.
Seperti yahudi, nashrani, majusi dan lain lain. Maka barang siapa yang tidak mengkafirkan mereka atau ragu akan kekafiran mereka atau membenarkan madzhab mereka, maka dia telah kafir berdasarkan ijma', sebagaimana yang telah disebutkan oleh lebih dari satu ahlul 'ilmi. Karena perbuatannya ini berarti penolakan terhadap nash nash yang menyatakan akan batilnya aqidah selain aqidah kaum muslimin dan kafirnya orang yang berada diluar islam.
- Kelompok kedua adalah orang yang murtad dari islam. Dan ini dibagi lagi menjadi dua kelompok:
- Yang pertama, orang yang mengumumkan kekafirannya dan berpindahnya dia dari islam menuju kepada selainnya, seperti yahudi atau nashrani atau ilhad. Maka hukumnya (hukum bagi orang yang tidak mengkafirkan orang ini. Pent) seperti hukum pada kelompok pertama diatas (kelompok orang kafir asli).
- Yang kedua, orang yang mengerjakan sebuah pembatal keislaman, akan tetapi ia masih mengaku ngaku islam dan tidak meninggalkan pembatal keislaman ini. Maka golongan ini dibagi dua lagi:
- yang pertama, orang yang mengerjakan sebuah pembatal keislaman yang sudah jelas dan telah ditetapkan dengan ijma' (seperti menghina Allah, contohnya). Maka orang ini telah kafir berdasarkan ijma'. Akan tetapi, orang yang tidak mengkafirkan orang ini, ada dua macam lagi:
- Yang pertama, yaitu yang mengakui bahwa perbuatan menghina Allah adalah sebuah kekafiran, akan tetapi ia tawaqquf (berhenti) dari menetapkan hukum kafir atas orang tertentu yang melakukannya karena kurangnya ilmu dia atau karena adanya syubhat yang ia dapatkan atau yang semisal ini. Maka orang ini (yaitu orang yang tidak mengkafirkan pelaku kekafiran tadi. Pent) adalah salah dan perbuatannya ini adalah batil, akan tetapi ia tidak dikafirkan, karena ia tidak menolak atau mendustakan keterangan. Ia menyetujui apa yang terkandung dalam keterangan keterangan dan ijma' bahwa menghina Allah adalah sebuah kekafiran.
- Yang kedua, yaitu orang yang mengingkari bahwa menghina Allah adalah sebuah kekafiran. Maka orang ini dikafirkan setelah sebelumnya diberikan penjelasan (bayan). Karena ia menolak keterangan keterangan dan ijma'. Seperti orang yang beribadah kepada kuburan, maka barang siapa yang menyelisihi keterangan yang menyatakan bahwa perbuatan ini (beribadah kepada kuburan) adalah sebuah kekafiran, maka ia dikafirkan, karena ia menolak nash nash dan ijma'. (Sebaliknya) barang siapa yang mengakui bahwa perbuatan ini adalah sebuah kekafiran, akan tetapi ia tawaqquf (berhenti), tidak mengkafirkan pelakunya karena adanya syubhat yang ia dapatkan, maka orang ini tidak dikafirkan.
- Yang pertama, yaitu yang mengakui bahwa perbuatan menghina Allah adalah sebuah kekafiran, akan tetapi ia tawaqquf (berhenti) dari menetapkan hukum kafir atas orang tertentu yang melakukannya karena kurangnya ilmu dia atau karena adanya syubhat yang ia dapatkan atau yang semisal ini. Maka orang ini (yaitu orang yang tidak mengkafirkan pelaku kekafiran tadi. Pent) adalah salah dan perbuatannya ini adalah batil, akan tetapi ia tidak dikafirkan, karena ia tidak menolak atau mendustakan keterangan. Ia menyetujui apa yang terkandung dalam keterangan keterangan dan ijma' bahwa menghina Allah adalah sebuah kekafiran.
- Yang kedua, orang yang melakukan sebuah pembatal keislaman yang di-ikhtilafkan, seperti meninggalkan sholat contohnya. Mengkafirkan orang yang meninggalkan sholat adalah masalah yang khilafiyah (yang diperselihkan). Maka orang yang tidak mengkafirkan pelakunya tidaklah dapat dikafirkan, bahkan tidak pula dibid'ahkan dan difasikkan, walaupun ia salah.
- yang pertama, orang yang mengerjakan sebuah pembatal keislaman yang sudah jelas dan telah ditetapkan dengan ijma' (seperti menghina Allah, contohnya). Maka orang ini telah kafir berdasarkan ijma'. Akan tetapi, orang yang tidak mengkafirkan orang ini, ada dua macam lagi:
- Yang pertama, orang yang mengumumkan kekafirannya dan berpindahnya dia dari islam menuju kepada selainnya, seperti yahudi atau nashrani atau ilhad. Maka hukumnya (hukum bagi orang yang tidak mengkafirkan orang ini. Pent) seperti hukum pada kelompok pertama diatas (kelompok orang kafir asli).
Ini adalah pandanganku tentang kaedah ini secara singkat.
وصلي الله علي محمد
Ditulis oleh Nashir bin Hamd Al Fahd.
10 Jumadil Ula 1423 H.
Posting Komentar