Headlines News :
Home » , , » Hukum Menerapkan Undang Undang Buatan

Hukum Menerapkan Undang Undang Buatan

Written By Terapkan Tauhid on 10 September 2012 | Senin, September 10, 2012


HUKUM MENERAPKAN UNDANG UNDANG BUATAN

Terjemahan dari :

Risaalah Tahkiimul Qowaaniin

Penulis : Syeikh Muhammad bin Ibrahim Aalu Syeikh

بسم الله الرحيم

الحمد لله، والصلاة والسلام علي رسول الله وعلي آله وصحبه ومن والاه

Sesungguhnya termasuk dari kufur akbar yang nyata adalah mendudukkan undang undang buatan terlaknat pada kedudukan apa yang telah dibawa turun oleh Ar Ruuhul amin (Malaikat Jibril) kepada hati Muhammad shollallahu 'alaihi wa sallam, agar beliau menjadi termasuk pemberi peringatan dengan bahasa Arab yang terang, untuk menjadi hukum di alam semesta serta tempat kembali ketika terjadi perselisihan. (Karena hal ini) berlawanan dan bertentangan dengan firman Allah Azza wa Jalla:

فإن تنازعتم في شيء فردوه إلي الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا

"Jika kalian berselisih pendapat tentang suatu hal, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rosul, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu adalah lebih baik dan lebih ahsan (lebiq baik) kesudahannya"
(An Nisa : 59)

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menafikan (meniadakan) keimanan pada diri orang yang tidak menjadikan Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam sebagai hakim dalam perkara yang yang mereka perselisihkan, dengan peniadaan yang mu-akkad (diperkuat/sangat ditegaskan) dengan mengulang ngulang kata peniadaan dan dengan sumpah, Allah Ta'ala berfirman:

فلا وربك لا يؤمنون حتي يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدوافي أنفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما

"Maka demi Rob mu, mereka tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu tetapkan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya"
(An Nisa : 65)

Allah Ta'ala tidak mencukupkan dan mensucikan mereka hanya dengan berhakim kepada Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam saja, sampai mereka mengikut sertakan dalam perbuatan ini ketidak adanya keberatan dalam hati mereka. Berdasarkan firman Allah yang Maha Suci:

ثم لا يجدوا في أنفسهم حرجا مما قضيت

"Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu tetapkan"

Dan Allah masih tidak mencukupkan hanya dengan dua hal ini saja, sampai mereka mengikut sertakan pada dua hal ini taslim, yaitu kepatuhan yang sempurna terhadap hukum beliau shollallahu 'alaihi wa sallam, dimana mereka menjadi tidak memiliki keberatan di hati terhadap masalah ini, dan mereka menyerahkannya kepada hukum yang haq dengan sesempurna-sempurnanya penyerahan. Oleh karena itu, Allah telah menegaskannya dengan menggunakan kata mashdar mu-akkad, yaitu firman-Nya yang Maha Suci:

تسليما

Yang menjelaskan bahwa tidak cukup hanya sekedar menerima biasa, akan tetapi harus dengan penerimaan yang mutlak.

Perhatikan pada ayat yang pertama, yaitu firman-Nya Ta'ala:

فإن تنازعتم في شيء فردوه إلي الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا

"Jika kalian berselisih pendapat tentang suatu hal, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rosul, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu adalah lebih baik dan lebih ahsan (lebiq baik) kesudahannya"
(An Nisa : 59)

Bagaimana Allah telah menyebut isim nakiroh, yaitu firman-Nya:

شيء

"Suatu hal (apa saja)"

Di dalam kalimat syarat, yaitu firman-Nya yang Maha Suci:

فإن تنازعتم

"Jika kalian berselisih pendapat"

Faedahnya adalah: Umum dalam segala hal yang didalamnya terdapat perselisihan baik secara jenisnya ataupun kadarnya.

Kemudian perhatikan bagaimana Allah telah menjadikan hal tersebut sebagai syarat dicapainya keimanan kepada Allah dan hari akhir dengan firman-Nya:

إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر

"Jika seandainya kalian beriman kepada Allah dan hari akhir"

Kemudian Dia yang Maha Suci berfirman:

ذلك خير

"Yang demikian itu adalah lebih baik"

Sesuatu yang telah Allah mutlakkan sebagai suatu kebaikan tidak akan ditimpa kejelekan selama lamanya, bahkan ia adalah murni kebaikan sekarang ataupun akan datang.

Kemudian Dia berfirman:

وأحسن تأويلا

"Dan lebih ahsan (lebih baik) kesudahannya"

Maksudnya: Kesudahannya di dunia dan di akhirat, dan ini bermakna bahwa kembali kepada selain Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam saat terjadi perselisihan adalah murni kejelekan dan lebih jelek kesudahannya di dunia dan di akhirat, ini kebalikan dari perkataannya orang orang munafiqin:

إن أردنا إلا إحسانا وتوفيقا

"Kami tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan taufiq"
(An Nisa:62)

Dan perkataan mereka (orang orang munafiqin. pent):

إنما نحن مصلحون

"Kami hanyalah orang orang yang membuat perbaikan"
(Al Baqarah:11)

Oleh karena itu Allah telah membantah mereka dengan berfirman:

ألا إنهم هم المفسدون ولكن لا يشعرون

"Ketahuilah bahwa sesungguhnya merekalah orang orang yang membuat kerusakan itu akan tetapi mereka tidak sadar"
(Al Baqarah:11)

Juga kebalikan dari keadaan orang orang yang menerapkan undang undang buatan, menurut mereka, karena kebutuhan alam (atau bahkan tuntutannya) untuk berhukum kepada undang undang tersebut, ini adalah prasangka buruk yang telah memalingkan mereka dari apa apa yang telah dibawa oleh Rosul shollallahu 'alaihi wa sallam, dan murni merupakan tindakan peremehan terhadap penjelasan dari Allah dan Rosul-Nya, dan berhukum dengan undang undang ini saat terjadi perselisihan padahal undang undang ini tidak mempunyai kemampuan, serta kesudahan yang buruk di dunia dan di akhirat adalah lazim mereka dapatkan.

Kemudian perhatikan juga keumuman yang terdapat pada ayat yang kedua, yaitu dalam firman-Nya Ta'ala:

فيما شجر بينهم

"Dalam perkara yang mereka perselisihkan"
(An Nisa :65)

Karena isim maushul diiringi dengan penyambungannya dengan kalimat umum, menurut para ahli ushul dan yang selain mereka, keumuman dan kesyumulan tersebut dari segi jenis dan macamnya, juga dari segi kadarnya (jumlahnya), maka disini tidak ada perbedaan antara suatu macam dengan macam yang lain, demikian juga tidak ada perbedaan antara banyak dan sedikit, dan Allah telah menafikan (meniadakan) keimananan pada diri orang yang hendak berhukum (berhakim) kepada selain apa apa yang telah dibawa oleh Rosul shollallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan orang orang munafiqin, sebagaimana firman-Nya Ta'ala:

ألم تر إلي الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا إلي الطاغوت وقد أمروا أن يكفروا به ويريد الشيطان أن يضلهم ضلالا بعيدا

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang orang yang mengaku ngaku telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelummu? Mereka hendak berhakim kepada thogut, padahal mereka telah diperintah untuk kafir kepada thogut. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya.
(An Nisa ; 60)

Sesungguhnya firman Allah Azza wa Jalla: "Mengaku ngaku" adalah bentuk pendustaan bagi mereka atas apa yang mereka klaim dari keimanan, karena tidak akan berkumpul di dalam hati seseorang perbuatan berhakim kepada selain apa yang telah dibawa oleh Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam dengan keimanan, bahkan masing masing dari keduanya akan menafikan (meniadakan) yang lain. Sedangkan kata thogut adalah pecahan dari kata thugyaan yang berarti melampui batas.

Maka setiap orang yang menetapkan hukum dengan selain apa yang dibawa oleh Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam atau berhakim kepada selain apa apa yang telah dibawa oleh Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam, maka dia telah menetapkan hukum thogut dan berhakim kepada thogut.

Karena sudah menjadi hak setiap orang untuk menjadi hakim dengan apa apa yang telah dibawa oleh Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam saja bukan yang bertentangan dengannya, sebagaimana juga telah menjadi hak setiap orang untuk berhakim kepada apa apa yang telah dibawa oleh Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam. Maka barang siapa yang menetapkan hukum yang bertentangan dengannya atau barang siapa yang berhakim kepada apa yang bertentangan dengannya, maka ia telah berlaku sewenang wenang dan telah melampui batasannya, baik hukum ataupun tahkim, maka ia dengan perbuatan ini telah menjadi thogut karena sebab tindakannya yang melampui batas.

Perhatikan firman Allah Ta'ala:

وقد أمروا أن يكفروا به

"Padahal mereka telah diperintah untuk kafir kepadanya"

Maka engkau akan mengetahui sikap penentangan pada diri orang orang yang menerapkan undang undang buatan dan keinginan mereka yang bertentangan dengan kehendak Allah terhadap mereka dalam permasalahan ini.

Secara syar'i, yang dikehendaki dari mereka dan dari orang orang yang beribadah kepada undang undang ini adalah: mengkufuri thogut, bukannya berhukum kepadanya. "Lalu orang orang zalim ini telah mengganti perintah dengan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan kepada mereka" (Al Baqarah:59. pent).

Kemudian perhatikan firman-Nya:

ويريد الشيطان أن يضلهم

"Dan syetan menginginkan untuk menyesatkan mereka"

Bagaimana Allah telah menyatakan bahwa hal itu adalah sebuah kesesatan, sedangkan orang orang yang menerapkan undang undang buatan ini menganggapnya sebagai petunjuk. Juga ayat ini menunjukkan bahwa hal ini merupakan kehendak syetan, bertolak belakang dengan apa yang digambarkan oleh mereka yang menerapkan undang undang buatan ini bahwa mereka jauh dari syetan dan bahwa perbuatan mereka ini mengandung maslahat bagi manusia. Sehingga sesuatu yang merupakan kehendak syetan menurut mereka adalah mengandung kemaslahatan bagi manusia, dan sebaliknya, sesuatu yang merupakan kehendak Ar Rahman dan sesuatu yang mana pemuka anak Adam telah diutus dengannya dikesampingkan dan disingkirkan. Sungguh Allah Ta'ala telah berfirman dalam mengingkari manusia macam ini dan menyatakan bahwa yang mereka kehendaki adalah hukum jahiliyah, serta menjelaskan bahwa tidak ada hukum yang lebih baik dari hukum-Nya:

أفحكم الجاهلية يبغون ومن أحسن من الله حكما لقوم يوقنون

"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang orang yang yakin?"
(Al Maidah:50)

Perhatikanlah ayat suci ini, bagaimana hal in telah menunjukkan bahwa pembagian hukum hanya ada dua, dan bahwa tidak ada hukum selain hukum Allah kecuali ia adalah hukum jahiliyah, mereka menghendaki demikian ataupun tidak. Bahkan orang orang ini lebih jelek keadaannya dari orang jahiliyah dahulu dan lebih dusta perkataannya. Karena orang orang jahiliyah dahulu tidak ada kontradiksi dalam ucapan mereka tentang hal ini. Sedangkan orang orang yang menerapkan undang undang buatan ini, mereka menyelisihinya. Karena mereka mengaku ngaku beriman terhadap apa yang telah dibawa oleh Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam, (akan tetapi) menyelisihinya, dan menginginkan untuk mencari cari celah (lihat An Nisaa:150. pent). Allah Ta'ala telah berfirman tentang orang orang semisal ini:

ألئك هم الكافرون حقا وأعتدنا للكافرين عذابا مهينا

"Merekalah orang orang kafir sebenar benarnya, dan Kami telah menyediakan untuk orang orang kafir itu siksaan yang menghinakan"
(An Nisaa:151)

Kemudian lihatlah bagaimana ayat suci ini telah membantah para penerap undang undang buatan atas apa yang telah mereka ngaku-ngakukan dari bagusnya sampah pemikiran dan kerdilnya otak mereka, dengan firman Allah Azza wa Jalla:

ومن أحسن من الله حكما لقوم يوقنون

"Dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang orang yang yakin?"

Al Hafizh Ibnu Katsir telah berkata dalam menafsiri ayat ini:

Allah telah mengingkari orang yang keluar dari hukum Allah yang muhkam yang mengandung segala kebaikan, yang mencegah dari segala kejelekan, kemudian ia berpaling kepada yang selainnya dari pendapat pendapat, hawa nafsu hawa nafsu dan istilah istilah yang telah dibuat oleh para tokoh tanpa sandaran dari syari'at Allah. Sebagaimana orang orang jahiliyah yang menerapkan hukum sesat dan jahil yang telah mereka buat dari pemikiran pemikiran dan hawa nafsu hawa nafsu mereka, juga sebagaimana bangsa Tartar yang memberlakukan hukum dari sistim poltik kerajaan yang telah diambil dari raja mereka Jengish Khan. Jengish Khan telah membuat bagi mereka sebuah kitab yang mengandung hukum hukum yang ia ambil dari banyak sumber, dari yahudi, nashrani, dan Islam dan lain lain. Dan banyak pula di dalamnya hukum hukum yang murni dari pikiran dan hawa nafsunya belaka. Maka kitab ini telah menjadi undang undang yang diikuti oleh keturunannya. Mereka lebih mendahulukan undang undang ini dari berhukum kepada kitab Allah dan sunnah Rosul-Nya shollallahu 'alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang mengerjakan hal ini, maka dia kafir, wajib diperangi sampai ia kembali kepada hukum Allah dan Rosul-Nya, dan tidak berhukum kepada selainnya baik pada masalah yang banyak ataupun sedikit. Allah Ta'ala berfirman:

أفحكم الجاهلية يبغون

"Apakah mereka menghendaki hukum jahiliyah?"

Maksudnya: menginginkan dan menghendakinya, dan berpaling dari hukum Allah.

ومن أحسن من الله حكما لقوم يوقنون

"Dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang orang yang yakin?"

Maksudnya: Siapakah yang lebih adil dari Allah dalam menetapkan hukum, bagi orang yang mengetahui syari'at Allah, mengimaninya dan meyakininya serta mengetahui bahwa Allah adalah sebaik baik penetap hukum, dan bahwa Dia lebih menyayangi makhluq makhluq-Nya daripada seorang ibu terhadap anaknya. Sesungguhnya Dia yang Maha Tinggi adalah Maha Mengetahui segala sesuatu, Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha adil dalam segala sesuatu." sekian perkataan Al Hafizh Ibnu Katsir.

Allah Azza wa Jalla sebelum itu telah berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad shollallahu 'alaihi wa sallam:

فاحكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبع أهواءهم عما جاءك من الحق

"Maka putuskanlah perkara diantara mereka dengan apa apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu"
(Al Maidah:48)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

وأن احكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبع أهواءهم واحذرهم أن يفتنوك عن بعض ما أنزل الله إليك

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka dengan apa apa yang telah diturunkan oleh Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati hatilah terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu"
(Al Maidah:49)

Dan Allah Ta'ala berfirman dalam memberikan pilihan kepada Nabi-Nya shollallahu 'alaihi wa sallam antara menetapkan hukum diantara orang orang yahudi dan berpalling dari mereka bila mereka telah mendatangi beliau:

فإن جاءوك فاحكم بينهم أو أعرض عنهم وإن تعرض عنهم فلن يضروق شيئا، وإن حكمت فاحكم بينهم بالقسط إن الله يحب المقسطين

"Jika mereka datang kepadamu, maka putuskanlah perkara diantara mereka atau berpalinglah dari mereka. Jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara diantara mereka, maka putuskanlah perkara itu diantara mereka dengan qisth (adil). Sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang adil"
(Al Maidah:42)

Al Qisthu adalah keadilan, dan tidak ada keadilan yang sebenar benarnya selain hukum Allah dan Rosul-Nya. Sedangkan menerapkan hukum yang menyelisihinya adalah merupakan tirani, kezaliman, kesesatan, kekafiran, dan kefasikan. Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman setelah itu:

ومن لم يحكم بما أنزل الله فألئك هم الكافرون

"Dan barang siapa yang berhukum kepada selain yang telah Allah turunkan, maka mereka adalah orang orang kafir"
(Al Maidah : 44)

ومن لم يحكم بما أنزل الله فألئك هم الظالمون

"Dan barang siapa yang berhukum kepada selain yang telah Allah turunkan, maka mereka adalah orang orang zalim"
(Al Maidah : 45)

ومن لم يحكم بما أنزل الله فألئك هم الفاسقون

"Dan barang siapa yang berhukum kepada selain yang telah Allah turunkan, maka mereka adalah orang orang fasik"
(Al Maidah : 47)

Lihatlah, bagaimana Allah telah menghukumi orang orang yang berhukum kepada selain apa yang telah Allah turunkan dengan kafir, zalim dan fasik. Dan tidak mungkin Allah menamai orang yang berhukum kepada selain apa yang telah Allah turunkan dengan kafir sedangkan dia tidak kafir. Bahkan dia adalah kafir secara mutlak, baik kufur amal ataupun kufur i'tiqod. Dan keterangan yang datang dari Ibnu Abbas rodiyallahu 'anhuma dalam menafsiri ayat ini dari riwayat Thowus dan yang selainnya, adalah menunjukkan bahwa pemerintah (hakim) yang menetapkan hukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan adalah kafir, baik kufur i'tiqod yang mengeluarkan pelakunya dari Millah Islam, ataupun kufur amal yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Millah Islam.

Yang Pertama: Kufur I'tiqod, dan ini ada beberapa macam:

Pertama.

Bila pemerintah (hakim) yang menerapkan hukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan itu mengingkari (juhud) akan kelayakan hukum Allah dan Rosul-Nya, dan ini adalah makna dari apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, serta ini yang dipilih oleh Ibnu Jarir, yaitu sikap juhud (mengingkari) terhadap apa yang telah Allah turunkan berupa hukum syar'iy, dan ini tidak diperselisihkan oleh ahlul 'ilmi. Karena pokok pokok yang telah ditetapkan dan disepakati diantara ahlul 'ilmi menyatakan bahwa barang siapa yang juhud (mengingkari) satu pokok dari pokok pokok Din atau urusan cabang yang telah di-ijma'kan, atau mengingkari satu huruf dari apa yang telah dibawa oleh Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam secara qoth'iy, maka dia kafir, keluar dari Islam.

Kedua.

Pemerintah (atau hakim) yang menetapkan hukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan itu tidak juhud (mengingkari) terhadap kebenaran hukum Allah dan Rosul-Nya, akan tetapi ia meyakini bahwa hukum selain hukum Rosul shollallahu 'alaihi wa sallam itu lebih baik, lebih sempurna dan lebih komplit dari hukum beliau sehingga dibutuhkan oleh manusia untuk memutuskan perkara diantara mereka, baik secara mutlak begitu ataupun pada kasus kasus tertentu yang terjadi seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan kondisi. Maka ini juga tidak diragukan lagi bahwa dia adalah kafir karena sebab sikapnya yang lebih mengutamakan hukum hukum makhluk yang merupakan murni sampah pemikiran dan kotoran otak dari hukum Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Hukum Allah dan Rosul-Nya tidak berubah karena perubahan zaman, perkembangan keadaan dan munculnya kejadian kejadian baru. Karena masalah apa saja, telah terdapat hukumnya dalam kitab Allah Ta'ala dan sunnah Rosul-Nya shollallahu 'alaihi wa sallam, baik secara nash, atau zhahir, atau istinbath, atau selain itu, dan ini telah diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya.

Apa yang telah disebutkan oleh para ulama, yaitu: "Fatwa akan berubah sesuai dengan perubahan keadaan" ini tidak bermakna seperti apa yang disangkakan oleh orang yang sedikit ilmunya atau tidak memiliki pengetahuan tentang madarikul ahkam dan 'illah 'illahnya. Mereka menyangka bahwa makna kaidah tersebut sesuai dengan kehendak syahwat syahwat binatang mereka serta tujuan tujuan duniawi dan konsep konsep mereka yang salah.

Oleh karena itu, engkau akan mendapati mereka mengelilingi kaedah ini, serta menjadikan nash nash syar'i mengikuti dan tunduk pada kaedah ini sebisa mungkin sehingga mereka merubah perkataan dari makna yang sebenarnya.

Kaedah "Fatwa akan berubah sesuai dengan perubahan kondisi dan zaman" yang dimaksudkan oleh para ulama adalah: apa apa yang sesuai dengan pokok pokok syari'at, 'illah 'illah yang diperhatikan, dan kemaslahatan kemaslahatan yang sesuai dengan kehendak Allah Ta'ala dan Rosul-Nya shollallahu 'alaihi wa sallam. Sudah dimaklumi bahwa para penerap undang undang buatan ini adalah orang orang yang meninggalkan hal itu semua, dan bahwa mereka tidak mengatakan kecuali apa apa yang sesuai dengan kehendak diri mereka apapun juga hal itu, dan realita adalah saksi terbesar bagi masalah ini.

Ketiga

Ia tidak meyakini bahwa undang undang buatan ini lebih baik dari hukum Allah dan Rosul-Nya, akan tetapi ia meyakini bahwa hukum buatan ini seperti hukum Allah. Maka orang ini seperti dua golongan diatas, yaitu kafir, keluar dari Islam, karena menyamakan antara makhluq dan Pencipta, serta karena bertentangan dan menyelisihi firman Allah Azza wa Jalla:

ليس كمثله شيء

"Tidak ada sesuatupun yang menyamainya"

Dan ayat ayat suci lain yang semisal yang menunjukkan hanya Allah saja yang mempunyai sifat sempurna dan mensucikan-Nya dari menyerupai makhluk baik pada Dzat-Nya, sifat sifat, pekerjaan pekerjaan dan hukum-Nya diantara manusia terhadap apa apa yang mereka perselisihkan.

Keempat.

Ia tidak meyakini bahwa hukum selain apa yang telah Allah turunkan adalah sama dengan hukum Allah, apalagi meyakini bahwa hukum ini lebih baik dari hukum Allah. Akan tetapi ia meyakini bolehnya berhukum dengan apa apa yang bertentangan dengan hukum Allah dan Rosul-Nya, maka orang ini sama persis dengan golongan golongan diatas, karena ia meyakini bolehnya sesuatu yang telah diketahui pengharamannya dari nash nash yang shohih, tegas dan qoth'iy.

Kelima

Ini adalah yang paling besar, paling luas dan paling nampak penentangannya terhadap syari'at, keangkuhannya dihadapan hukum hukum syari'at, permusuhannya terhadap Allah dan Rosul-Nya, persaingannya terhadap mahkamah mahkamah syar'i, dengan membentuk (mahkamah yang menerapkan undang undang buatan), men-supportnya, mengawasinya, mengokohkannya, membuat cabangnya, membentuknya, menjadikannya beraneka ragam, menerapkannya, memaksakannya, dan membuat rujukan dan sandarannya.

Sebagaimana halnya mahkamah syar'i memiliki rujukan dan sandaran, rujukannya seluruhnya kepada kitab Allah dan Rosul-Nya shollallahu 'alaihi wa sallam, maka mahkamah mahkamah inipun memiliki rujukan rujukan, yaitu undang undang yang mereka kumpulkan dari berbagai macam sumber, dari undang undang prancis, undang undang amerika, undang undang inggris, dan undang undang lainnya, juga dari madzhab madzhab ahlu bid'ah yang menisbatkan dirinya kepada syari'at dan yang selain itu.

Mahkamah mahkamah ini sangat banyak di daerah daerah Islam, memiliki lembaga lembaga dan terbuka pintu pintunya serta manusia berbondong bondong mendatanginya. Para hakim hakimnya memutuskan perkara diantara mereka dengan apa yang bertentangan dengan hukum sunnah dan kitab, yaitu dari hukum hukum yang terdapat pada undang undang tersebut. Mahkamah ini telah mewajibkan dan memaksa mereka untuk berhukum kepada undang undang ini, maka kekafiran apalagi yang lebih besar dari kekafiran ini ? Dan bentuk penentangan terhadap "syahadat bahwa Muhammad adalah Rosul Allah" apalagi yang lebih besar dari penentangan ini ?

Dalil dalil yang telah kami sebutkan dan terangkan diatas adalah telah dimaklumi dan diketahui, dan tidak perlu lagi mengulanginya disini.

Maka wahai orang orang yang berakal ! Wahai mereka yang cerdas dan berpikiran !

Bagaimana kalian dapat merelakan diri untuk diberlakukan atas diri kalian hukum makhluk yang seperti dan serupa dengan kalian atau yang lebih rendah dari kalian, yang memungkinkan berbuat kesalahan bahkan kesalahan mereka jauh lebih banyak dari benarnya, dan bahkan tidak ada yang benar dalam hukum mereka selain apa yang bersandarkan kepada hukum Allah dan Rosul-Nya baik secara nash ataupun isthnbath ??!!

Kalian memanggil mereka untuk memutuskan hukum pada diri kalian, darah kalian, jasad kalian, kehormatan kalian, keluarga kalian, isteri isteri kalian, anak keturunan kalian, harta benda kalian dan pada seluruh hak hak kalian !!! Padahal mereka meninggalkan dan menolak untuk memutuskan hukum diantara kalian dengan hukum Allah dan Rosul-Nya yang tidak mengandung kesalahan dan tidak datang kepadanyai kebatilan baik dari depan ataupun dari belakang, yang telah diturunkan dari Dzat yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Ketundukan manusia kepada hukum Rob mereka adalah merupakan ketundukan kepada hukum Pencipta yang menciptakan mereka agar mereka beribadah kepada-Nya. Sebagaimana makhluk tidak boleh bersujud kecuali kepada Allah, tidak beribadah kecuali kepada-Nya, dan tidak beribadah kepada makhluk, maka demikian juga wajib atas mereka untuk tidak rela, tidak tunduk dan tidak patuh kecuali kepada hukum Allah yang Maha Bijaksana, Maha Mengejtahui, Maha Terpuji, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tidak pada hukum milik makhluk yang zalim lagi bodoh, yang telah dibinasakan oleh keragu raguan, syahwat dan syubhat, serta hati hati mereka telah dikuasai oleh kelalain, kekerasan dan kegelapan kegelapan.

Maka wajib atas orang orang berakal untuk ber-baraa' (berlepas diri) darinya, karena ia telah memperhambakan manusia, menerapkan hukum diantara mereka dengan hawa nafsu dan tujuan tertentu, dengan kekeliruan dan kesalahan, lebih lebih lagi keadaannya yang kafir berdasarkan nash firman Allah Ta'ala:

ومن لم يحكم بما أنزل الله فألئك هم الكافرون

"Dan barang siapa yang berhukum kepada selain yang telah Allah turunkan, maka mereka adalah orang orang kafir"
(Al Maidah : 44)

Keenam

Apa yang diterapkan oleh pemimpin pemimpin suku dan kabilah di daerah daerah pedalaman dan yang semisalnya, yang berupa dongengan dongengan bapak bapak dan kakek kakek mereka, juga adat adat mereka yang mereka namakan dengan "sulumuhum" yang mereka warisi dari pendahulu pendahulunya, yang mereka terapkan sebagai hukum dan mereka menganjurkan untuk berhukum kepadanya ketika terjadi perselisihan, tetap diatas hukum jahiliyah dan membenci hukum Allah dan Rosul-Nya, falaa haula walaa quwwata illaa billaah.

Adapun bagian kedua

Bentuk kedua dari kekafiran, yaitu pemerintah (hakim) yang menerapkan apa yang telah Allah turunkan, dan ini yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam.

Telah disebutkan diatas, tafsir Ibnu Abbas rodiyallahu 'anhuma terhadap firman Allah Azza wa Jalla:

ومن لم يحكم بما أنزل الله فألئك هم الكافرون

"Dan barang siapa yang berhukum kepada selain yang telah Allah turunkan, maka mereka adalah orang orang kafir"
(Al Maidah : 44)

Telah mencakup juga bagian ini, dan ini berdasarkan perkataan beliau rodiyallahu 'anhu: "Kufrun duna kufrin" (Kekafiran yang berada dibawah kekafiran), dan perkataan beliau yang lain: "Ini bukan seperti kekafiran yang kalian maksudkan"

Hal itu karena syahwat dan hawa nafsu telah menjadikan pemerintah (atau hakim) tersebut menerapkan hukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan pada suatu kasus tertentu, dengan tetap meyakini bahwa hukum Allah dan Rosul-Nya lah yang benar serta diiringi dengan pengakuannya bahwa dirinya telah melakukan kesalahan dan menyimpang dari petunjuk.

Ini, meskipun kekafirannya ini tidak mengeluarkannya dari Islam, akan tetapi ia adalah kemaksiatan yang besar sekali, lebih besar dari dosa dosa besar seperti zina, minum khamar, mencuri, sumpah palsu dan lain lain.

Sesungguhnya maksiat yang Allah namakan di dalam kitab-Nya dengan kekafiran adalah lebih besar dari maksiat yang Dia tidak menamakannya dengan kekafiran.

Kita memohon kepada Allah untuk menghimpun kaum muslimin untuk berhukum kepada kitab-Nya secara patuh dan rela.

إنه ولي ذلك والقادر عليه

وتمت، ولله الحمد

Alih bahasa : Muhajir

Ikut andil dalam berda'wah, sebarkan :

Posting Komentar